Jangan jadikan aku istrimu, jika nanti kamu enggan hanya untuk
mengganti popok anakmu ketika dia terbangun tengah malam. Sedang selama
sembilan bulan aku harus selalu membawanya di perutku, membuat badanku
pegal dan tak lagi bisa tidur sesukaku.
Jangan jadikan aku istrimu, jika nanti kita tidak bisa berbagi baik
suka dan sedih dan kamu lebih memilih teman perempuanmu untuk bercerita.
Kamu harus tahu meski begitu banyak teman yang siap menampung curahan
hatiku, padamu aku hanya ingin berbagi. Dan aku bukan hanya teman yang
tidak bisa diajak bercerita sebagai seorang sahabat.
Jangan jadikan aku istrimu, jika nanti dengan alasan sudah tidak ada
kecocokan kamu memutuskan menyatakan cerai padaku. Kamu tahu betul, kita
memang berbeda dan bukan persamaan yang menyatukan kita tapi komitmen
bersama.
Jangan jadikan aku istrimu, jika nanti kamu memilih tamparan dan
pukulan untuk memperingatkan kesalahanku. Sedang aku tidak tuli dan
masih bisa mendengar kata-katamu yang lembut tapi berwibawa.
Jangan pilih aku sebagai istrimu, jika nanti setelah seharian bekerja
kamu tidak segera pulang dan memilih bertemu teman-temanmu. Sedang
seharian aku sudah begitu lelah dengan cucian dan setrikaan yang
menumpuk dan aku tidak sempat bahkan untuk menyisir rambutku. Anak dan
rumah bukan hanya kewajibanku, karena kamu menikahiku bukan untuk jadi
pembantu tapi pendamping hidupmu. Dan jika boleh memilih, aku akan
memilih mencari uang dan kamu di rumah saja sehingga kamu akan tahu
bagaimana rasanya.
Jangan pilih aku sebagai istrimu, jika nanti kamu lebih sering di
kantor dan berkutat dengan pekerjaanmu bahkan di hari minggu daripada
meluangkan waktu bersama keluarga. Aku memilihmu bukan karena aku tahu
aku akan hidup nyaman dengan segala fasilitas yang bisa kamu
persembahkan untukku. Harta tidak pernah lebih penting dari kebersamaan
kita membangun keluarga karena kita tidak hidup untuk hari ini saja.
Jangan pilih aku jadi istrimu, jika nanti kamu malu membawaku ke
pesta pernikahan teman-temanmu dan memperkenalkanku sebagai istrimu.
Meski aku bangga karena kamu memilihku tapi takkan kubiarkan kata-katamu
menyakitiku. Bagiku pasangan bukan sebuah trofi apalagi pajangan, bukan
hanya seseorang yang sedap dipandang mata. Tapi menyejukkan batin
ketika dunia tak lagi ramah menyapa. Rupa adalah anugerah yang akan
pudar terkikis waktu, dan pada saat itu kamu akan tahu kalau pikiran
dangkal telah menjerumuskanmu.
Jangan pilih aku jadi istrimu, jika nanti kamu berpikir akan mencari
pengganti ketika tubuhku tak selangsing sekarang. Kamu tentunya tahu
kalau kamu juga ikut andil besar dengan melarnya tubuhku. Karena aku
tidak lagi punya waktu untuk diriku, sedang kamu selalu menyempatkan
diri ketika teman-temanmu mengajakmu berpetualang.
Jangan buru-buru menjadikanku istrimu, jika saat ini kamu masih belum
bisa menerima kekurangan dan kelebihanku. Sedang seiring waktu,
kekurangan bukan semakin tipis tapi tambah nyata di hadapanmu dan
kelebihanku mungkin akan mengikis kepercayaan dirimu. Kamu harus tahu
perut buncitmu tak sedikitpun mengurangi rasa cintaku, dan prestasimu
membuatku bangga bukan justru terluka.
Jangan buru-buru menjadikanku istrimu, jika saat ini kamu masih ingin
bersenang-senang dengan teman-temanmu dan beranggapan aku akan
melarangmu bertemu mereka setelah kita menikah. Kamu harus tahu akupun
masih ingin menghabiskan waktu bersama teman-temanku, untuk sekedar
ngobrol atau creambath di salon. Dan tak ingin apa yang disebut
“kewajiban” membuatku terisolasi dari pergaulan, ketika aku semakin
disibukkan dengan urusan rumah tangga. Menikah bukan untuk menghapus
identitas kita sebagai individu, tapi kita tahu kita harus selalu
menghormati hak masing-masing tanpa melupakan kewajiban.
Jangan buru-buru menikahiku, jika saat ini kamu sungkan pada orang
tuaku dan merasa tidak nyaman karena waktu semakin menunjukkan
kekuasaannya. Bagiku hidup lebih dari angka yang kita sebut umur, aku
tidak ingin menikah hanya karena kewajiban atau untuk menyenangkan
keluargaku. Menikah denganmu adalah salah satu keputusan terbesar di
hidupku yang tidak ingin kusesali hanya karena terburu-buru.
Jangan buru-buru menikahiku, jika sampai saat ini kamu masih berpikir
mencuci adalah pekerjaan perempuan. Aku tak akan keberatan membetulkan
genting rumah, dan berubah menjadi satpam untuk melindungi anak-anak dan
hartamu ketika kamu keluar kota.
Hapus aku dari daftar calon istrimu, jika saat ini kamu berpikir
mempunyai lebih dari satu istri tidak menyalahi ajaran agama. Agama
memang tidak melarangnya, tapi aku melarangmu menikahiku jika ternyata
kamu hanya mengikuti egomu sebagai laki-laki yang tak bisa hidup dengan
satu perempuan saja.
Hapus aku dari daftar calon istrimu, jika saat ini masih ada
perempuan yang menarik hatimu dan rasa penasaran membuatmu enggan
mengenalkanku pada teman-temanmu. Kamu harus tahu meski cintamu sudah
kuperjuangkan, aku tidak akan ragu untuk meninggalkanmu.
Hapus aku dari daftar calon istrimu, jika saat ini kamu berpikir
menikahiku akan menyempurnakan separuh akidahmu sedang kamu enggan
menimba ilmu untuk itu. Ilmuku tak banyak untuk itu dan aku ingin kamu
jadi imamku, seorang pemimpin yang tahu kemana membawa pengikutnya.
Jangan jadikan aku sebagai istrimu, jika kamu berpikir bisa menduakan
cinta. Kamu mungkin tak tahu seberapa besar aku mengagungkan sebuah
cinta, tapi aku juga tidak akan menyakiti diriku sendiri jika cinta yang
kupilih ternyata mengkhianatiku.
Jangan jadikan aku sebagai istrimu, jika kamu berpikir aku mencari
kesempurnaan. Aku bukan gadis naif yang menunggu sang pangeran datang
dan membawaku ke istana. Mimpi seperti itu terlalu menyesatkan, karena
sempurna tidak akan pernah ada dalam kamus manusia dan aku bukan lagi
seorang gadis yang mudah terpesona.
Jangan pernah berpikir menjadikanku sebagai istrimu, jika kamu belum
tahu satu saja alasan kenapa aku harus menerimamu sebagai suamiku.
__________________________________________________________________________________
Copyright By : Joko Hariyanto
https://jokohariyanto.wordpress.com/2015/09/03/buat-renungan-kita-terlebih-sebagai-seorang-suami-atau-cowok-yang-akan-meminang-pacarnya-jleb-banget/