Menjelaskan Kesepian (Dwitasari yang selalu menginspirasi)

Waktu merangkak dengan cepat, merangkak yang kita kira lambat ternyta bergerak seakan tanpa jerat. Semua telah berubah. Begitu juga kamu, begitu juga aku, begitu juga kita. Bahkan waktu telah menghapus kita yang pernah merasa tak berbeda. Waktu telah memutarbalikan segalanya yang sempat indah. Tak ada yang tahu, kenapa perpisahan selalu menjadi penyebab kegelisahan. Aku meyakini, kamu menjalani, namun pada akhirnya waktu juga yang akan menentukan akhir cerita ini. Kamu tak punya hak untuk menebak, begitu juga aku.

Kau bilang tak ada yang terlalu berbeda, tak ada yang terasa begitu menyakitkan. Tapi siapanyang tahu perasaan seseorang yang terdalam? Mulut bisa berkata, mata bisa yakinkan aku tak apa-apa, tapi hati sulit untuk berdusta, karena menyisakan sesak dalam dada. Bagiku, semua terasa asing dan berbeda. Ketika hari-hari yang ku lewati seperti tebakan yang jawabannya sudah kuketahui. Tak ada lagi kejutan, tak banyak hal-hal penuh misteri yang membuatku penasaran. Hari-hariku terasa hambar, tak ada yang menarik. Kepastian membuatku bungkam. Sehingga aku kehilangan rasa untuk mencari dan terus mencari. Itulah sebabnya setelah tak ada lagi kamu di sini, kosong.

Bagaimana aku bisa menjelaskan banyak hal yang mungkin saja tak kamu rasakan? Harapanku terlalu jauh untuk mengubah semuanya seperti dulu, saat waktu yang kita jalani adalah kebahagiaan kita seutuhnya, saat masih ada kamu dalam barisan hari-hariku. Perpisahan seperti mendorongku, pada realita yang selama ini kutakutkan. Kehilangan mempersatukan aku pada air mata yang sering kali jatuh tanpa sebab. Aku sulit memahami kenyataan bahwa kamu tak lagi ada dalam semestaku, aku semakin tak bisa menerima keadaan yang semakin menyudutkanku, semua kenangan bergantian melewati otaku. Dan, aku baru sadar ternyata kita dulu begitu manis, begitu mengagumkan, begitu sulit untuk dilupakan.

Ada yang kurang, ada yang tak lengkap. Aku terbiasa pada kehadiranmu dan ketika menjalani setiap detik tanpamu, yang kurasa hanya bayang-bayang yang saling berkejaran, saling menebar rasa ketakutan. Ada rasa takut tanpa sebab yang terus memaksaku memikirkan kamu. Ada kekuatan yang sulit kujelaskan yang membawa pikiranku selalu mengkhawatirkanmu. Salahkah jika masih mendambakan penyatuan? Salahkah jika aku masih berharap hubungan kita masih bisa diperjuangkan? Salahkah jika aku benci perpisahan?

Tak banyak yang ingin kujelaskan, saat kesepian menghadangku setiap malam. Aku bahkan terlalu takut tidur sendirian. Aku takut kalau tidurku tak nyenyak, dan terbangun karena memimpikanmu. Itu sangat membuatku tak nyaman. Biasanya malam-malam begini ada suaramu, ada candaanmu yang mengantarkan aku ke gerbang mimpi. Jika kita masih saling menghakimi dan saling menyalahi, apakah mungkin yang telah putus akan tersambung dengan pasti?

Aku tak tau, dan tak mau memikirkan keadaan yang tak mungkin kembali. Semua sudah jelas. Namun entah mengapa aku sulit memahami, kenapa harus kita yang alami semua ini? Tak adakah yang lain? Aku dan kamu bukan orang jahat, namun mengapa terus saja tersakiti. Bukankah di luar sana masih banyak orang jahat? Jangan tanyakan padaku, jika senyumku tak lagi sama seperti dulu. Jangan salahkan aku, jika pelangi dalam duniaku tak lagi berwarna.

Setelah kamu tinggalkan, semuanya jadi berbeda. Aku bahkan tak mengenal diriku sendiri, karena separuh yang ada dalam diriku sudah berada dalamu, yang pergi dan entah kapan kembali.
Untuk setiap cinta yang pernah dihadirkan, untuk setiap peluk yang mendamaikan, untuk setiap harapan yang tak sempat diwujudkan.
Aku merindukanmu,
juga kita yang dulu. (ノд・。)

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

0 komentar:

Posting Komentar